Teknologi pertahanan dan keamanan (Hankam) pelan-pelan mulai dikuasai di dalam negeri. Sebuah langkah bijak, mengingat pentingnya kemandirian Hankam. Sayang masih ada sejumlah kendala.Idealnya, teknologi Hankam terutama Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) dikuasai sepenuhnya oleh suatu negara. Bisa kita bayangkan jika terjadi perang namun pihak musuh mengetahui rahasia persenjataan kita akibat mayoritas teknologi berasal dari negara lain. Saat ini, kebutuhan Alutsista Indonesia sebagian besar masih diimpor. Tapi tahun ini pemerintah meningkatkan anggaran untuk membeli produksi dalam negeri.“Senjata berteknologi tinggi masih kita datangkan dari luar. Sedangkan yang menengah sudah menggunakan produk dalam negeri. Misalnya senjata perorangan sudah sepenuhnya produksi PT. Pindad.
Alat angkut memakai produksi PT. Dirgantara Indonesia (DI),” ungkap Syafrie Syamsuddin, Sekretaris Jendral (Sekjen) Departemen Pertahanan dan Keamanan (Dephankam) kepada pers di Jakarta belum lama ini.Meningkat Tahun ini, alokasi dana untuk belanja Alutsista produksi dalam negeri dianggarkan 36,9 persen dari keseluruhan anggaran Hankam yang sebesar Rp.32,6 triliun. Menurut Syafri, ini sebuah peningkatan kepercayaan terhadap teknologi Hankam dalam negeri dibandingkan dengan tahun yang sudah-sudah.Kebutuhan teknologi Hankam Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam negeri merupakan buatan PT. Pindad, PT. DI, PT. Lembaga Elektronik Nasional (LEN), PT. PAL dan PT. Inti.
Sebagian besar produksinya dilakukan atas kerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang berfungsi sebagai lembaga riset dan rancang bangunnya. “Produksi dalam negeri untuk teknologi Hankam saat ini meliputi komponen peranti lunak dan keras yang menggantikan buatan impor. Kita berusaha mengembangkan sendiri agar tidak perlu lagi mengimpor komponen tersebut jika terjadi kerusakan,” jelas Surjatin Wiriadidjaja, Deputi Kepala Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa BPPT kepada SH dalam kesempatan serupa.BPPT sendiri sudah mengembangkan panser beroda, pesawat tanpa awak dan pesawat terbang rendah hemat biaya yang mempu memenuhi kebutuhan Alutsista TNI. Sementara PT. LEN yang terfokus pada produk elektronik sudah membangun infrastruktur sonar untuk kapal patroli TNI. PT. Pindad telah berhasil memproduksi peluru dan senjata. Sesungguhnya teknologi Hankam kita tidak terlalu mengecewakan.
Kerjasama antar lembaga penelitian sudah mampu mengembangkan sejumlah teknologi mnjadi produk Alutsista. Memang awalnya berupa akuisisi teknologi dari luar, untuk kemudian dipelajari dan berusaha dibuat sendiri oleh tangan-tangan anak negeri.KompetitifSebut saja produk kendaraan berawak, yang meliputi Kendaraan Tempur Angkut Pasukan, Light Tank, Kapal Patroli Cepat, Kapal WISE dan Kapal Korvet. Lalu juga Kendaraan Nir Awak, yang meliputi Kendaraan Benam RoboTeknologi Pertahanan, Pesawat Udara Nir Awak. Tidak ketinggalan Sistem Pelatihan seperti simulator yang dipakai untuk berlatih perang-perangan dengan menggunakan simulasi. Ada juga Roket berbahan pendorong padat, seperti Roket Permukaan ke Permukaan, Roket Permukaan ke Udara.
Tak ketinggalan pula di bidang Sistem Pertahanan, misalnya Survei dan Pemetaan, Sensor Optik Teknologi Pertahanan.Demi menciptakan iklim yanglebih kompetitif bagi produksi teknologi Alutsista dalam negeri, Syafri menekankan ada tiga aspek utama. ”Pertama aspek regulasi dan kebijakan, lalu aspek produksi yang berdaya saing dengan kualitas, harga dan waktu yang memenuhi kebutuhan, lalu juga anggaran. Anggaran belanja Hankam Indonesia sekarang masih yang terrendah di kawasan Asia Tenggara, hanya 1 persen dari PDB,”.
No comments:
Post a Comment